Sabtu, 29 Agustus 2009

Menghormati Orang yang Berpuasa?

Other opinion. Sudah biasa kita lihat spanduk bertulisan “Hormatilah orang yang berpuasa... Read More”, ato dengar/tonton berita di bulan romadlon “Satpol PP merazia warung ato rumah makan yang buka di siang hari selama bulan puasa”. Menurutku itu tidak tepat. Kita tidak perlu menghormati orang yang berpuasa dengan cara itu. Sebenarnya mungkin selama sebelas bulan lainnya kita tidak pernah menghormati mereka yang sedang berpuasa (baik karena ibadah, maupun karena kemiskinannya sehingga terpaksa tidak makan). Kita makan, minum, merokok seenaknya tanpa perduli apakah ada orang-orang yang belum/ tidak makan dan kelaparan. Jadi, menurutku,…memaksa orang bertoleransi atas kelaparan sesaat yang kita derita dengan sengaja tidaklah tepat. Kita sahur sebelum shubuh, dengan kepastian yang sangat besar, bahwa maghrib nanti kita (pasti, kalau ajal tidak menjemput) akan berbuka. Bahkan mungkin dengan sepiring makanan seharga makanan untuk seminggu bagi orang-orang miskin….(Hanya Allah yang Maha Benar dan Maha Tahu yang kita kerjakan)

Kamis, 20 Agustus 2009

Welcoming Ramadhan (1)

Kemarau Agustus membawa suasana kering berangin ke lingkungan kita. Debu beterbangan, berbaur udara panas, apalagi di daerah-daerah yang memang tergolong daerah kering. Tapi angin itulah yang membuat bendera merah putih kita berkibar, menari gagah, tak layu tak lepek oleh hujan. Terimakasih ya Allah, segala sesuatunya menyimpan keindahan tersendiri.

Agustus ini pula kita menyambut bulan terindah dalam perjalanan kalender tahunan kita, bulan Ramadhan. (Meskipun indah tidaknya, mulia tidaknya, kadangkala tak semua manusia bisa merasakan atau menemukan keindahan itu). Maka bersyukurlah, kita masih bias bertemu Ramadhan.

Disadari atau tidak, Ramadhan memberi begitu banyak sensasi bagi rasa kita. Dari sudut mana kita memandang, semua menemukan jawabannya, positif maupun negatif. Mau lihat salah satu sudut pandang, mari kita coba.

1. Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, berkah, dan ampunan

Bagi mereka dengan susut pandang ini, Ramadhan adalah bulan yang mulia karena didalamnya seluruh kasih sayang Allah melimpah ruah, lebih dari bulan-bulan lainnya. Segala kebaikan tercurah pada bulan ini. Ampunan (maghfirah) Allah demikian juga, terbuka lebih lebar dari bulan-bulan sebelumnya. Hal ini tentu sesuai dengan apa yang selama ini diketahui, dikemukakan oleh para ustadz, termasuk ayat yang menyatakan: “ Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena Iman dan mengaharapkan Ridha Allah (atau mengetahui ilmu dan perhitungannya), maka baginya maghfirah dari Allah”

2. Ramadhan adalah peningkatan anggaran belanja

Tapi ada juga yang mendapati bahwa anggaran belanja di bulan Ramadhan meningkat cukup signifikan. Uang belanja untuk makan bertambah dari bulan lainnya, anggaran beli baju membengkak, belum lagi ongkos pulang kampong yang harus tersedia. Maknanya, wallahu a’lam. Hanya Allah yang paling tahu nilainya, tapi tentu tidak etis kalau puasa kita sekedar memindahkan waktu makan dengan pemenuhan dendam atas rasa lapar dengan berbagai makanan yang kita buat istimewa dibanding hari-hari lainnya? Salahkah mengistimewakan Ramadhan dengan pengistimewaan menu makanan kita? Mari kita diskusikan pada kesempatan lain.

3. Ramadhan adalah sarana introspeksi dan retrospeksi

Menurut sebagian orang, waktu berlalu lambat di bulan Ramadhan. Namun ada pula yang berpendapat sebaliknya. Waktu sedemikaian cepat berlalu, seolah tak cukup 24 jam sehari untuk waktu istimewa ini. Pelambatan waktu (mungkin lebih tepatnya irama kehidupan) atau justru percepatan putaran waktu adalah saat yang tepat untuk merenung, melihat ke dalam. Melihat apa yang ada pada diri kita, bercermin diri tentang apa yang belum, telah dan akan perlu kita kerjakan. Ramadhan adalah saat untuk melakukan itu, tentunya demi perbaikan diri di masa yang akan dating. Hujatul Haq, Imam Ghazali pernah menyatakan bahwa merenung beberapa saat lebih berharga dari beribadah sekian tahun (angka tepatnya penulis lupa, tentunya dengan pengertian bahwa beribadah meskipun lama tapi tanpa pemaknaan tidak terlalu bernilai. Wallahu a’lam.

4. Ramadhan adalah bulan diskon

a. Diskon belanja

Bagi para pembelanja (shopper), ramadhan adalah bulan dimana berbagai jenis produk fashion dijual dengan diskon gila-gilaan. Ramadhan adalah bulan meraih keuntungan bagi para pedagang. Bulan Ramadhan menjadi waktu perputaran uang dan peningkatan omzet penjualan yang luar biasa. Diskon dan bonus ditebarkan bagi setiap pengunjung pusat perbelanjaan, merangsang orang untuk memebelanjakan uangnya untuk menyambut Idul Fitri, bahkan mulai awal Ramadhan sekalipun.

b. Diskon dosa, bonus pahala.

Tapi, secara maknawi, Ramadhan memang adalah juga bulan yang istimewa. Ibadah puas sendiri istimewa, sebagaimana Allah telah menyatakan hal itu “ Puasa itu adalah untuk Ku, maka hanya aku yang akan menghitungnya”. Karena itu, kalau diandaikan berlaku perhitungan matematis, maka kebaikan yang kita lakukan mempunyai nilai yang eksponensial peningkatannnya dibandingkan hari biasa. Sementara itu, karena kemurahan Nya, setiap pertobatan kita lebih diperhitungkan dan dikabulkan oleh Allah. Sungguh, diskon bagi dosa-dosa kita, bonus pahala yang luar biasa.

Selamat menyongsong datangnya Ramdhan dengan penuh sukacita.

(bersambung)

Selasa, 18 Agustus 2009

Memberi Makna bagi Masa Lalu

Alhamdulillah,
17 Agustus berlalu sudah. Semoga segala sesuatunya seindah harapan, tiada malapetaka, tiada bencana yang lebih besar lagi. Bencana alam di Mentawai yang sempat mengguncang Kota Padang, semoga tak bertambah besar. Sungguh, patut disyukuri segala yang dikaruniakan oleh Nya. Termasuk terungkapnya rencana untuk mencederai simbol penting negara kita, Kepala Negara RI, oleh kelompok teoris. Terimakasih, semoga rencana jahat untuk melakukan pengeboman itu tidak akan pernah terwujud, hingga kapanpun. Kewaspadaan tentu saja tetap harus dijaga meskipun waktu yang telah pernah dinyatakan sebagai rencana pelaksanaan telah terlampaui. Bukankah kelalaian, ketidak-siagaan, ketidak-waspadaan lah yang seringkali menjadikan bencana menjadi lebih mengerikan dari seharusnya?
Terimakasih ya Allah. Kami berbaik sangka pada Mu, bahwa penemuan bom di Jati Asih, Bekasi merupakan bentuk perlindungan Mu pada kami. Terlepas dari munculnya beragam pendapat tentang semua itu, sungguh aku meyakini bahwa jalan kekerasan seperti yang dilakukan oleh mereka yang disebut teroris itu tidak berjalan pada garis yang benar. Sungguh aku meyakini, meskipun dalam nama Mu terdapat asosiasi sifat maskulin (Al Qohhar, Al Jabbar, Al Azis, dll), tetap ada nama Mu yang berasosiasi feminin (Al Latiif, Al Jamal, Al Ghoffar, dll). Sesungguhnya Engkau adalah Sang Penguasa atas segala sesuatu. Jalan kekerasan dengan pengeboman, menurut yang aku yakini, tidak berada pada titik asosiasi yang sama dengan perjuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ketika puluhan tahun yang lalu anak-anak negeri ini berjuang mempertahankan kedaulatan tanah tumpah darahnya, hal itu, aku yakin, dilandasi oleh kecintaan pada kemerdekaan, kecintaan pada negeri yang telah berratus tahun terjajah. Sungguh, hanya Engkau ya Allah, yang paling tahu isi hati terdalam diri manusia. Ijinkan aku berbaik sangka pada mereka-mereka yang telah mengorbankan harta, keluarga, raga bahkan jiwanya demi kemerdekaan Indonesia. Tersebar makam mereka di seluruh negeri, terserak dalam berbagai kondisi. Sesungguhnya, tempat dimakamkannya jasad mereka tidaklah sepenuhnya menggambarkan seberapa besar peran dan jasa mereka sesungguhnya. Hanya Engkau ya Allah, penilai teradil bagi segala fenomena dan realita, yang tak tertangkap oleh panca indera manusia.
Puluhan tahun telah berlalu, beragam peristiwa berlalu, terkam dalam tapak jejak sejarah. Apakah maknanya telah tertangkap oleh kita? Biarlah waktu yang menjawabnya. Beragam manusia yang ada, tak mungkin semua sama, termasuk dalam memberi makna bagi perjuangan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Adalah bijak jika kita mau memberi sedikit saja rasa simpati dan apresiasi atas semua yang telah terjadi. Seperti kata Chairil Anwar dalam "Kerawang Bekasi", yang memberi kita pilihan. "....kami cuma tulang-tulang berserakan. Berilah kami arti..."
Hari ini adalah bagian dari rentang panjang sejarah kehidupan manusia. Apa yang terjadi hari ini, adalah buah dari kerja dan usaha dari mas lalu. Kerja dan usaha hari ini, akan memberi buah di hari nanti. Karena itu, alangkah bijak jika kita masih mau menyempatkan diri untuk berpikir sejenak, apakah akibat negatif tindakan kita hari ini bagi masa depan? Selalu, itulah yang perlu dipikirkan. Sangat tidak elok jika tindakan kita hari ini akan membawa petaka bagi hari esok. Hanya dengan kejernihan hati untuk mengapresiasi waktu, kita bisa bertindak hati-hati.
Selamat merayakan kemerdekaan Indonesia,
Selamat menunggu Ramadhan yang kian dekat...Semoga masih bisa bersua.