Selasa, 18 Agustus 2009

Memberi Makna bagi Masa Lalu

Alhamdulillah,
17 Agustus berlalu sudah. Semoga segala sesuatunya seindah harapan, tiada malapetaka, tiada bencana yang lebih besar lagi. Bencana alam di Mentawai yang sempat mengguncang Kota Padang, semoga tak bertambah besar. Sungguh, patut disyukuri segala yang dikaruniakan oleh Nya. Termasuk terungkapnya rencana untuk mencederai simbol penting negara kita, Kepala Negara RI, oleh kelompok teoris. Terimakasih, semoga rencana jahat untuk melakukan pengeboman itu tidak akan pernah terwujud, hingga kapanpun. Kewaspadaan tentu saja tetap harus dijaga meskipun waktu yang telah pernah dinyatakan sebagai rencana pelaksanaan telah terlampaui. Bukankah kelalaian, ketidak-siagaan, ketidak-waspadaan lah yang seringkali menjadikan bencana menjadi lebih mengerikan dari seharusnya?
Terimakasih ya Allah. Kami berbaik sangka pada Mu, bahwa penemuan bom di Jati Asih, Bekasi merupakan bentuk perlindungan Mu pada kami. Terlepas dari munculnya beragam pendapat tentang semua itu, sungguh aku meyakini bahwa jalan kekerasan seperti yang dilakukan oleh mereka yang disebut teroris itu tidak berjalan pada garis yang benar. Sungguh aku meyakini, meskipun dalam nama Mu terdapat asosiasi sifat maskulin (Al Qohhar, Al Jabbar, Al Azis, dll), tetap ada nama Mu yang berasosiasi feminin (Al Latiif, Al Jamal, Al Ghoffar, dll). Sesungguhnya Engkau adalah Sang Penguasa atas segala sesuatu. Jalan kekerasan dengan pengeboman, menurut yang aku yakini, tidak berada pada titik asosiasi yang sama dengan perjuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ketika puluhan tahun yang lalu anak-anak negeri ini berjuang mempertahankan kedaulatan tanah tumpah darahnya, hal itu, aku yakin, dilandasi oleh kecintaan pada kemerdekaan, kecintaan pada negeri yang telah berratus tahun terjajah. Sungguh, hanya Engkau ya Allah, yang paling tahu isi hati terdalam diri manusia. Ijinkan aku berbaik sangka pada mereka-mereka yang telah mengorbankan harta, keluarga, raga bahkan jiwanya demi kemerdekaan Indonesia. Tersebar makam mereka di seluruh negeri, terserak dalam berbagai kondisi. Sesungguhnya, tempat dimakamkannya jasad mereka tidaklah sepenuhnya menggambarkan seberapa besar peran dan jasa mereka sesungguhnya. Hanya Engkau ya Allah, penilai teradil bagi segala fenomena dan realita, yang tak tertangkap oleh panca indera manusia.
Puluhan tahun telah berlalu, beragam peristiwa berlalu, terkam dalam tapak jejak sejarah. Apakah maknanya telah tertangkap oleh kita? Biarlah waktu yang menjawabnya. Beragam manusia yang ada, tak mungkin semua sama, termasuk dalam memberi makna bagi perjuangan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Adalah bijak jika kita mau memberi sedikit saja rasa simpati dan apresiasi atas semua yang telah terjadi. Seperti kata Chairil Anwar dalam "Kerawang Bekasi", yang memberi kita pilihan. "....kami cuma tulang-tulang berserakan. Berilah kami arti..."
Hari ini adalah bagian dari rentang panjang sejarah kehidupan manusia. Apa yang terjadi hari ini, adalah buah dari kerja dan usaha dari mas lalu. Kerja dan usaha hari ini, akan memberi buah di hari nanti. Karena itu, alangkah bijak jika kita masih mau menyempatkan diri untuk berpikir sejenak, apakah akibat negatif tindakan kita hari ini bagi masa depan? Selalu, itulah yang perlu dipikirkan. Sangat tidak elok jika tindakan kita hari ini akan membawa petaka bagi hari esok. Hanya dengan kejernihan hati untuk mengapresiasi waktu, kita bisa bertindak hati-hati.
Selamat merayakan kemerdekaan Indonesia,
Selamat menunggu Ramadhan yang kian dekat...Semoga masih bisa bersua.